.
Agenda menarik. Menyisipkan pelajaran mendongeng atau
pelajaran bagaimana menjadi dalang wayang dimata kuliah jurusan Ilmu
Komunikasi. Meski Terlihat memaksa dan
di luar jalur akademis. Apa salahnya, kan sama-sama menggunakan “bicara”
sebagai modal utamanya, mungkin dengan cara seperti ini orang yang belajar
berkomunikasi tidak hanya bisa berbicara di depan umum sebagai public speaking yang bermodalkan jago
Bahsa Ingggris, Jepang, Korea dan ditambah lagi dengan gaya bicara ala-ala
modern lainya, sehingga melupakan hakekat dari bertutur yang baik sesuai dengan budaya Indonesia sesungguhnya.
Mudah kalau ingin belajar
mendongeng, ataupun wayang atau juga seni-seni lainnya. Sanggar seni sangat
banyak di Indonesia. Setiap daerah pasti mempunyai sanggar seninya
masing-masing. Apalagi sekarang, sanggar seni mungkin sudah sepi karena
peminatnya berkurang. Para pemuda mungkin tidak ada waktu untuk dekat dengan
seni atau budaya Indonesia sendiri. Mereka sibuk menikmati budaya orang lain,
meniru budaya orang lain dan membanggakan budaya orang lain. Apa mereka lupa
bahwa kita sebenarnya kaya akan budaya, indonesia beragam, mengapa hal itu
tidak disenangi, tidak menjadi bahan obrolan, dan tidak belajar budaya sendiri.
Bukan kerena kita tidak tahu tapi karena kita tidak mau tahu. Bahkan hal yang
paling sederhana yaitu berkomunikasi dan
berinteraksi dengan lingkungan, kita sering tidak mencerminkan budaaya indonesia
itu sendiri yang sebenarnya gandrung akan bahasa, padahal kita mempunyai banyak
ragam bahasa, ada bahasa Jawa, batak, sunda, melayu, dan sebgainya, yang
sedikit-demi sedikit bahasa tersebut hilang dalam gaya bicara kita sehari-hari. Pasti bahasa-bahasa tersebut belum semua kita
ketahui dan pelajari, kita lebih dulu mempelajari bahasa orang lain. Sayang
sekali apabila komunikasi yang terbangun dengan lingkungan bertujuan untuk
merangkul, tapi malah merenggangkan satu sama lain, karena komunikasi yang kita
gunakan tidak bersahabat dan tidak menimbulkan rasa satu budaya.
Melalui acara sarasehan seni yang
diselenggarakan Kotex pada tanggal 1 Desember 2015 lalu, dirasa salah satu
langkah tepat untuk membangkitkan rasa cinta budaya seiring tingginya kemajuan
teknologi dan komunikasi. Acara yang
bertemakan “Seni Bertutur” ini diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah
Malang dan terbuka untuk umum. Meski terbuka untuk umum, semua jurusan boleh
mampir, namun yang dirasa sangat cocok dengan tema sarasehan ini adalah para
mahasiswa dan mahsiswi jurusan Ilmu Komunikasi. Dan terbukti banyak sekali
mahasiswa jurusan Ilmu komunikasi yang mengikuti acara, namun apakah atas dasar
ingin menambah wawasan atau sekedar ingin mengetahui info tentang lomba yang
diselenggarakan dalam acara ini. Apapun alasan untuk meghadirinya, yang pasti
acara ini sangat luar biasa. Dengan temanya yang sangat menarik dan
menghadirkan speaker yang tidak kalah
menarik membuat manfaat yang sangat berkesan telah menghadiri acara ini. Ada
Kandi Windoe, praktis Komunikasi dan Azis Franklin, pendongeng. Acara ini
membuka mata kita bahwa, dalam berkomunikasi belum tentu kita bertutur, tapi
ketika bertutur sudah pasti kita berkomunikasi. Berbicara itu ada caranya, ada
seninya dan berbicara dengan baik harus tahu itu semua. Mengapa berbicara saja
harus diatur, harus berkualitas, dan
harus mengandung makna dari cerminan budaya yang baik, karena komunikasi itu
tidak hanya menyampaikan sesuatu lewat bicara, tapi juga memberikan arahan,
edukasi, dan setiap yang kita sampaikan
lewat komunikasi harus bernilai sehingga dapat memberi dampak kepada orang lain,
terlebih lagi dampak itu merupakan dampak positif. Mengapa acara ini sangat
cocok bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, karena acara ini memberi
pengertian bahwa sebelum jadi komunikan yang hebat harus dibekali cara bertutur
yang baik terlebih dahulu. Banyak dari kita selama ini hanya bicara saja tanpa
memperhatikan apa yang sedang kita bicarakan. Mahasiswa komunikasi seharusnya
peduli dengan hal ini. Memperbaiki cara kita berkomunikasi berarti kita juga
memperbaiki modal kita nantinya.
Acara ini seharusnya memberikan
dampak besar bagi mahsiswa komunikasi. Karena bisa mengubah cara pandang kita
tehadap cara berkomunikasi dengan bertutur. Dalam acara ini juga ada dua hal
yang ditekankan, yaitu bertutur dan seni. Dua sisi yang berbeda namun ketika
dikolaborasikan akan menciptakan suatu daya yang dahsyat. Dengan bertutur kita
bisa memenuhi kebutuhan kita dalam berinteraksi. Dalam seni kita bisa
mengekspresikan rasa dalam diri. Mengapa keduanya disatukan, karena ada banyak
seni yang diekspresikan melalui tutur kata. Contonhya seperti, bersyair,
berpuisi, mendongeng, bernyanyi dan banyak lagi, yang semua itu merupakan seni
yang datangnya dari hati lalu diekspresikan melalui tutur kata. Acara sarasehan
seni ini mengingatkan kita kembali bahwa banyak sekali budaya seni dengan
bertutur milik indonesia yang sudah lahir sejak dulu, namun penggiatnya
sekarang sudah berkurang. Seperti wayang beber, sebuah prtunjukan wayang yang
dimainkan dengan cara di beberkan dan wayang tersebut terbuat dari
beberan-beberan kertas yang dilukis menyerupai tokoh-tokoh wayang. Wayang beber
ini merupakan budaya asli Indonesia yang salah satu cara mengekspresikannya
melalui bertutur, dalam pertunjukannya banyak mengisahkan tentang
teladan-teladan budaya yang sesuai dengan masalah sosial sekaranag. Untuk
sekarang mungkin membosankan kalau melihat acara wayang, tapi tanpa kita tahu dalam
acara wayang banyak sekali wawasan-wawasan tentang budaya yang bernilai manfaat
untuk kita serap. Sekarang tugas kitalah yang membuat wayang itu bukan lagi
acara membosankan, tapi menjadi acara mengasyikan yang sangat menarik untuk
dinikmati. Sebagai mahasiswa komunikasi yang baik sudah seharusnya kita
mengetahui para budyawan-budayawan terdahulu yang telah sukses membawa cara
bertutur dalam seni. Kita punya khalil Gibran dengan syair-syair yang
penuh dengan semangat pembangkit jiwa,
kita punya pendogneg Pak Raden yang sangat legendaris dan setia berkarya sampai
akhir hidupnya. Indonesia juga punya pendalang hebat sekaligus budayawan
sepanjang masa Agus Hadi Sudjiwo atau yang sering kita kenal dengan nama
Sudjiwo Tedjo yang mampu membawa wayang hingga ke mancanegara. Atau kita juga
bisa melihat seni bertutur dalam bentuk lain, yaitu dalam sebuah novel, ataupun
film. Ada pramoedya Ananta Toer dengan novelnya yang penuh inspiratif, namun
nuansanya masih dalam budaya yang kental. Kenapa kita tidak mengidolakan mereka
dan tidak bisa seperti mereka.
Belajar ilmu komunikasi itu
mengasyikan, kita bisa mengembangkan potensi diri kita lewat berbicara. Tidak
hanya pengetahuan yang didapat tapi lebih dari itu. Karena sejatinya, berbicara
adalah bagian dari hidup kita. Banyak juga profesi yang dilahirkan dari jurusan
Ilmu Komunikasi. Kita bebas memilih profesi mana yang kiranya cocok dan sesuai
dengan kemampuan masing-masing. Tidak ada yang memberatkan, kita hanya perlu
menyadari pentingnya nilai budaya dalam segala hal yang kita lakukan. kita
wajib bertutur kata dengan baik meski tidak dengan seni, tapi tutur kata mana
yang lebih dipilih? Baik tanpa rasa indah atau baik dengan sejuta keindahan.